Universitas Nasional menggelar konferensi internasional dengan bertajuk ‘The 1st International Conference on Global Issues (ICGI) 2024, Future for Asia: Preparing for Global Leadership’. Kegiatan dilakukan secara hybrid, di Auditorium Cyber UNAS, Selasa (01/10/2024).
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Dies Natalis ke 75 Tahun Universitas Nasional. ICGI 2024 mengikutsertakan akademisi dari 7 negara yakni Inggris, Turki, Malaysia, Indonesia, Thailand, Ukraina, dan India yang memberikan perspektif baru mengenai geopolitik, keamanan, ekonomi, energi, lingkungan, dan teknologi informasi.
Menurut Ketua ICGI, Robi Nurhadi, Ph.D. mengatakan, kegiatan ini merupakan ikhtiar UNAS untuk merespon masalah besar di dunia saat ini. “Hari ini kita telah melihat banyak kegagalan di dunia. Sistem politik dunia sudah sekarat. Berbagai konflik, perang dan pembunuhan masal atas nama kepentingan nasional sebuah negara terus terjadi. Kita perlu lakukan perubahan!,” katanya.
Selain itu, Robi juga mengungkapkan bahwa dunia juga dihadapkan dengan isu-isu yang terus meningkat soal pengangguran, kelaparan, melemahnya daya beli, dan ketertinggalan kelompok masyarakat di berbagai belahan dunia.
Persoalan ini, menurut Robi, tidak akan selesai dengan pendekatan adu kekuatan AS-Sekutunya versus BRICS. Dunia perlu merumuskan kembali model ekonomi.
Karena itulah, Robi menilai bahwa pada sisi yang berbeda, muncul penguatan non-state actors dari berbagai kelompok. Mereka ini, bisa menjadi kekuatan untuk menjaga keseimbangan demokrasi dan kesejahteraan, atau bisa juga jadi kekuatan yang mengakselerasi kehancuran dari adanya berbagai kegagalan sistem di dunia.
“Mereka memiliki keahlian, teknologi, sumberdaya lainnya dan kebebasan. Jawaban dari dua pilihan aksi mereka akan dipengaruhi oleh keteladanan para pemimpin dunia. Kami melihat para pemimpin dunia sedang tidak baik-baik saja. Jadi dunia perlu perubahan!,” tegasnya.
Dosen Program Studi Hubungan Internasional UNAS itu menambahkan, dengan adanya isu tersebut, ICGI diharapkan dapat menjadi wadah diskusi yang membantu memutus rangkai masalah tersebut.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Dies Natalis ke 75 tahun UNAS dan mengikutsertakan beberapa akademisi dari 7 negara yakni Inggris, Turki, Malaysia, Indonesia, Thailand, Ukraina, dan India. Mereka memberikan perspektif baru mengenai geopolitik, keamanan, ekonomi, energi, lingkungan, dan teknologi informasi.
Salah satu pembicara, CEO PT Bhumi Varta Technology, Martyn Terpilowski. Dalam paparannya, Martyn menjelaskan mengenai strategi investasi di pasar Indonesia.
Ia menuturkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan konsisten menunjukkan pertumbuhan yang kuat, dengan presentase tahunan rata-rata sekitar 5%.
“Ekonomi digital Indonesia juga berkembang pesat, diproyeksikan mencapai lebih dari USD 130 miliar pada tahun 2025, terutama didorong oleh e-commerce, fintech, dan layanan digital,” tuturnya.
Tak hanya itu, tambah Martyn, Indonesia juga telah menujukkan pertumbuhan Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing yang mengesankan selama 5 tahun tahun terakhir.
“Meskipun demikian, sektor teknologi masih tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya dalam menarik investasi. Potensi investasi jangka panjang didorong oleh inovasi dan inisiatif dari pemerintah,” katanya.
Kegiatan ini dibagi menjadi tiga sesi panel yang dipandu oleh moderator, serta presentasi ilmiah yang dibagi ke dalam 2 breakout room secara online.
Adapun para pembicara lainnya dalam konferensi ini ialah Profesor di Sekolah Keamanan Nasional Studi Internasional Universiti Kebangsaan Malaysia, Mohd. Kamarulnizam, Duta Besar RI untuk Ukraina, Georgia dan Armenia periode 2017-202, Yuddy Chrisnandi, S.E., M.E., Mantan Anggota Parlemen Malaysia Dato Dr. Nasharuddin Mat Isa, Dosen Ilmu Sosial Universitas Ankara Tufan Kutay Boran, Mantan Ilmuan Senior, BARC, Mumbai dan Mantan Profesor Universitas Sains dan Teknology Mody, N.K. Joshi, Wakil Dekan, Sekolah Studi Global, Universitas Thammasat, Thailand, Dr. Shekh Altafur Rahman, dan Vice Dean PERKASA Institute Malaysia, Noor Hamdan. (MPR)